Pemimpin sejati adalah mereka yang memerdekakan pikiran, emosi, dan spritual yang dipimpin dengan cara-cara yang memerdekakan untuk mencapai visi bersama

Minggu, 06 Desember 2009

PEMIMPIN MUDA KEDEPAN

Oleh:
Mohammad Karim*


Akhir-akhir ini kepemimpinan kaum muda menjadi berbincangan yang menghagat. Perbincangan itu pada mulanya adalah berbincangan diam-diam tetapi kemudian mengemuka disaat banyak perilaku pemilih di beberapa pilkada di Indonesia banyak memberikan harapan dan kesempatan terhadap kaum muda sendiri.

Pada dasarnya penulis sendiri setuju dengan kepemimpinan kaum muda tanpa subversif ekstrim terhadap kalangan tua. Tetapi yang perlu di catatat disini bahwa kepemimpinan kaum muda jangan merengek minta jatah. Tapi, harus melewati persaingan yang sehat untuk menduduki kepemimpinan nasional. Perlu ditegaskan kepemimpinan harus diusahakan bukan diminta.

Ditengah ketidakmandirian disegala bidang bangsa ini membutuhkan kepemimpinan kaum muda. Pertama lebih komet pada idealisme dan kemandirian, Kedua generasi muda memiliki komitmen kebangsaan yang lebih progresif. Ketiga generasi muda tersebut memiliki tradisi intelektualitas yang lebih bersemangat dalam membincang masa depan. Keempat keberanian untuk mengekskusi sehingga tidak hanya berwacana namun aksi konkrit.

Kepemimpinan muda dan Indonesia
Secara historis negeri ini memang pernah dikomandani dwi tunggal Soekarno-Hatta yang berusia bukan kepala enam. Jadi, munculnya tokoh-tokoh muda untuk menjadi pemimpin nasional tidak hanya ditentukan oleh peluang yang ada tetapi juga kemampuan. Karena itulah pijakan epistemologi historisnya untuk bangsa ini.

Hanya saja untuk kasus di Indonesia yang penduduknya berkarakter patronase figuritas masih menjadi senjata ampuh lebih-lebih bagi partai-partai politik. Bahkan, penciptaan sistem kaderisasi secara terpadu dan bermutu di masing-masing parpol masih merupakan pekerjaan besar karena bukan sistem yang membentuk mereka melainkan lebih tergantung kepada kemampuan invidu perseorangan.

Sejarah mencatat bahwa keberhasilan pemimpin muda dalam membangun bangsa ini cukup terbukti dan teruji dimana Soekarno menjadi Presiden Pertama berusia kurang lebih 44 tahun, kemudian Soeharto berusia 46 tahun. Begitu juga Negara-negara luar seperti Iran dengan Presiden Mahmoed Ahmad Dinejab menjadi presiden 40 tahun kemudian Presiden Venezuela Hugo Chavez berusia sekarang sekitar 46 tahun. John F knedy menjadi Presiden Amerika berusia 46 tahun.

Dari tokoh-tokoh muda diatas cukup representasi bahwa pemimpin muda sangat potensial untuk kemajuan bangsa. Semangat muda yang dimiliki oleh pemimpin muda memberikan laju gerak cepat terhadap perubahan bangsa di semua dimensi kehidupan masyarakat. Tetapi potensi pemuda itu akan sia-sia jika tidak dimanaj secara baik.

Sejarah juga mencatat bahwa pengalaman bangsa Indonesia, selama di pimpin oleh golongan tua tidak terlalu berdampak kepada perubahan yang lebih maju, agak hati-hati, ragu dan mudah terpengaruh sehingga perubahan mengalami stagnasi atau lambat.

Dari self leader ke systematic leader
Menyimpulkan apa yang dikatakan Anies Baswedan bahwa di Indonesia sedikitnya ada tiga bentuk rekrutmen pemimpin muda untuk selanjutnya di kancah nasional. Pertama, rekrutmen anak muda pernah melalui ranah militer yaitu pada era 1970-an sampai 1990-an formasi elite Indonesia akhirnya beralih di tangan militer.

Kedua, tren utama bangsa berubah lagi, pada 1960-an sampai 1990-an organisasi kemahasiswaan menjadi wahana rekrutmen pemimpin muda. Akhirnya, pada era 2000-an ke atas mereka menjadi ruling elite menggantikan dominasi militer sebelumnya.

Ketiga, sampai 2020-an dan selanjutnya lingkaran elite akan didominasi kalangan entrepreneur dan profesional bisnis. Maka dalam konteks ini kedepan nantinya dominasi pemimpin muda yang lahir dan dilahirkan dari organisasi kemahasiswaan dipredikasi akan digeser oleh para professional muda tersebut.

Jika kalangan militer dan organisasi kemahasiswaan mewakili berokratis dan aktivis (baca:politikus) dan kalangan interpreneur mewakili para pengusaha maka yang luput dari amatan Anies adalah tokoh ilmuan atau para intelek dan agamawan, karena bangsa ini besar juga karena tinta emas yang pernah keduanya torehkan.

Taruhlah dalam hal ini adalah tokoh pemuda yang hadir dalam panggung sejarah, menghasilkan karya-karya intelektualitas yang mengagumkan seperti HOS Tjokroaminoto, H. Agus Salim, Sukarno, Hatta, Sjahrir, Cak Nur, Tan Malaka dan lain sebagainya. Inilah kemudian pijakan epistemologis yang histories akan kepemimpinan kaum muda di tingkat nasional

Apabila kepemimpinan itu tidak diapandang sebagai penokohan individu seperti yang selama ini banyak dipahami dari konsep kepemimpinan tetapi lebih kepada konsep kepemimpinan dengan kerja yang sistematis maka kepemimpinan nasional kedepan adalah terjadinya kolaborasi antara tokoh militer, politik, bisnis, media, agamawan dan ilmuan dan kolabaorasi sistemik, sinergis, konstruktif dan kritis dari beberapa tokoh kalangan lainnya.

Dari sinilah kiranya bahwa konsep kepemimpinan muda nasional kedepan tidak hanya dipandang pada penokohan invidu tetapi kepada kerja sistemik yang kritis konstruktif antar semua kalangan. Selanjutnya adalah memanaj segala potensi kepemimpinan kaum muda dengan baik karena tidak ada bangsa yang maju karena yang ada hanyalah bangsa yang dimanaj dengan baik dan tidak dimanaj secara baik.

* Penulis buku dan staf wakil rektor bidang akademik UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

PEMIMPIN TRANSFORMASIONAL

Oleh: Mohammad Karim
Tranformasional merupakan kata gabungan antara kata “tran” (bermakna setelah) dan kata “form” (bermakna bentuk), jadi, transformasional mempunyai makna “setelah bentuk”, dengan kata lain: setelah melewati satu bentuk harus ada bentuk lain yang lebih baru dan baik, begitupun seterusnya. Maka, pemimpin transformasional adalah pemimpin yang berusaha dan mampu mengajak yang dimpimpin untuk beranjak dari satu bentuk kepada bentuk lain, dari kondisi ke kondisi lainnya, dari pemikiran ke pemikiran lainnya, dari perilaku ke perilaku lainya untuk mencapai visi dan terwujudnya perbaikan.

Perubahan kemudian disebut transformation, adapun orang yang mampu menciptakan nya disebut transformasional, jadi, pemimpin transformasional adalah pemimpin yang mampu menciptakan perubahan yang esensinya perbaikan. Pemimpin transformasional harus dan selalu mengusahakan terciptanya perubahan baik pada cara berfikir dan berperilaku yang dipimpin. Usaha menciptakan perubahan itu harus dipandu dengan visi yang jelas kedepan.

Dengan demikian, perubahan yang yang ada bukanlah sembarang perubahan tetapi perubahan yang mempunyai tujuan, perubahan yang dikawal dengan visi dan misi, perubahan yang mempunyai terketahui muara dan hilirnya.

Pemimpin transformasional konsentrasinya lebih kepada menstransformasi individu-individu yang dimpin untuk terlebih dahulu menjadi pribadi yang terbaik dan menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri. Pemimpin harus mampu memerdekakan mereka dari sifat dan sikap tidak disipilin, tidak konsisten, pesimis, mengeluh dan beberapa penyakit individu yang bisa menghambat transformasi individu. Maka dalam hal ini menanamkan kepribadian yang baik serta kemampuan kepemimpinan dan menghunjamkannya kedalam sanubari mereka yang terdalam adalah tugas pertama pemimpin transformasional.

Untuk lebih mudah mengukur apakah seseorang termasuk pemimpin transformasional atau tidak adalah mempertentangkan atau membandingkan sifat dan sikapnya dengan sifat dan sikap seorang statusquo. Seorang statusquo biasanya menyukai kemapanan (apa yang berlaku hari ini) karena dengan keadaan tersebut ia dapat menikmati kehidupannya, ia tidak menyukai kontra kemapanan karena cendrung membuat ia bersusah payah berusaha dan menderita.

Ada beberapa cara yang bisa dipakai untuk mengajak yang pimpin untuk terus melewati keadaan hari ini menuju keadaan yang lebih baik kedepan tetapi harus dengan cara-cara yang beradab.

Pertama: pemimpin harus mempunyai visi yang tidak hanya jelas tetapi menarik perhatian. Kedua: kemampuan mengkomunikasikan visi tersebut kepada yang dipimpin sehingga mereka yakin dan percaya betul bahwa jika visi itu terwujud maka akan lahir kesejahteraan. Ketiga, mengulang-ulang mengkampanyekan visi menarik itu dalam setiap kesempatan dan mengaitkannya dengan hal-hal praktis yang bisa dilakukan.Keempat: membuat mereka yang dipimpin percaya akan kemampuan pemimpinnya untuk mewujudkan visi tersebut sehingga tercipta emosionalitas tinggi pada diri mereka.

Penulis buku dan Staf wakil rektor bidang akademik UIN Maulana Malik Ibrahim (MALIKI) Malang