Pemimpin sejati adalah mereka yang memerdekakan pikiran, emosi, dan spritual yang dipimpin dengan cara-cara yang memerdekakan untuk mencapai visi bersama

Minggu, 20 Desember 2009

PENDIDIKAN DAN KEMERDEKAAN BANGSA

Oleh:
Mohammad Karim


Posisi Sosial Kita
Setelah komunisme runtuh satu-satunya ideologi yang banyak memberikan pengaruh pada pembentukan sistem nilai yang banyak dianut oleh masyarakat dunia hari ini adalah ideologi Blok barat, Demokrasi Liberal seakan menjadi bentuk terakhir dari pemerintahan manusia hari ini.

Dengan tidak adanya ideologi tandingan bagi demokrasi Liberal maka sangat mudah bagi penganutnya untuk menyebarkan pengaruh keluar komunitasnya, ini terbukti disaat masyarakat dunia banyak memberikan apresiasi yang baik terhadap adanya modernisasi (developmentalisme), industrialisasi (investasi), dan globalisasi.

Ideologi ini dengan sagala anak turunnya yang datang kepada kita atas nama pengetahuan dan kemajuan dengan kepentingan praktis untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia tidak pelak lagi telah banyak menawarkan hal-hal yang bersifat instan, cepat, singkat nyaman dalam melayani hidup manusia sendiri.

Tawaran ini pun banyak mendapatkan respon karena sentuhannya sangat tidak menyadarkan subyek-subyek masyarakat meskipun menjebak, pembiusan kesadaran ini tidak kemudian merupakan side-efek yang sederhana tetapi hal ini muncul di karenakan sebuah rekayasa yang sengaja di buat melalui politik pencitraan dan pewacanaan untuk merubah selera masyarakat dari yang sebelumnya tidak tahu tentang modern, kapital dan global menjadi tahu, menyetujui dan meresponnya bahkan menginternalisasi nilai-nilainya.

Di saat epistema atau cara pandang selera masayarakat (sosial) ini telah kemudian menuruti logika modernis kapitalis global melalui politik pencitraan, mereka dan segala sikap yang mereka perbuat sadar atau tidak sadar terkondisikan oleh logika modernis kapitalis global tersebut.

Gejala hilangnya dimensi melawan (potensi yang muncul saat seseorang disakiti) rakyat negeri ini terhadap adanya ketidak adilan dan ketimpangan tidak dapat kita hindarkan di masa ini, lihatlah kasus naiknya harga BBM yang tidak bisa kita hindari meskipun hal itu sangat merugikan rakyat negeri ini dengan alasan harga minyak dunia naik dan kita tidak dapat melawannya, karena politik energi nasional telah menjadi hamba dari politik energi global dan lebih parahnya menjadi objek politik energi itu.

Kasus lain yang selalu menjadi bom waktu yang selalu meresahkan adalah adanya kemiskinan dan pengangguran, bangsa ini sudah kehilangan dimensi untuk bangkit dan memperbaikinya- sekali lagi karena konsep pembangunan ekonomi nasional (khususnya dalam pengentasan kemiskinan dan pengangguran) selalu menjadi objek dari regulasi politik ekonomi modern barat. misalnya melalui sisitem kortopokrasi dan lainnya.



Posisi Pendidikan Kita
Mengarahkan pendidikan hanya demi memenuhi tuntutan lapangan kerja, (manusia dipandang hanya dari dimensi kerja saja, sehingga hubungan dengan sesamanya hanya ditentukan oleh relasi ini) yang pada akhirnya menutup tumbuh kembangnya dimensi lain yang mereka miliki, merampas kebebasan memilih dan berimajinasi siswa karena harus mengkondisikan diri, tubuh dan pikirannya untuk disesuaikan dengan selera lapangan yang sudah diwarnai oleh selera modern - sehingga membuat sekolah tidak ada bedanya dengan pabrik robot yang memproduksi barang mati tanpa imajinasi.

Maka pada saat didirikan sekolah yang mempunyai kepentingan pragmatis sesaat bahkan bisa merampas keutuhan subyek dengan dimensi dan potensi kemanusiawiaan kita, yang sebenarnya logika muculnya sekolah tersebut sebagai barang impor dari bangsa lainnya langsung mendapatkan respon dan dengan animo masyarakat yang tinggi walaupun disisi lain sekolah pragmatis tersebut mempunyai kepentingan melanggengkan kelas sosial karena output dari sekolah teresebut hanya akan menjadi buruh /pesuruh mereka (Eropa/USA) sebagai tuan, pengendali dan penguasa dari arus modern dan globalisasi dunia.

Sebenarnya seorang filusuf Antonia Gramsci telah lama meramalkan bahwa dominasi sekolah profesional atau sekolah formatif akan menghasilkan krisis pendidikan. Ia tegas mengungkap tabir pelanggengan ketimpangan sosial ini. Pada masa ini, karena krisis mendalam produksi kultural dan konsep tentang hidup manusia kian terbukti fenomena degenerasi progresif.

Terbukti, sekolah professional yang bartujuan memenuhi kepentiagan praktis sesaat menang atas sekolah formatif yang tak memiliki kepentingan praktis langsung. Aspek paling paradoksial dalam situasi ini adalah jenis sekolah professional yang digembar gemborkan sebagai demokratis ternyata tak hanya melanggengkan ketidak adilan sosial namun lebih dari itu, mengkristalkanya dalam bentuk yang semakin solid.

Adanya sekolah di Indonesia yang sesuai dengan logika kenyamanan dan kebebasan semu yang di tawarkan sebagai barang impor bangsa Eropa/USA yang berada di masa transisi antara Informasi ke Pos-Informasi yang problem modal tidak begitu penting, ternyata tanpa tersadari mengakibatkan disorientasi pendidikan sehingga membuat resah masyarakat Indonesia yang masih berada dalam masa transisi antara masa Agraris ke Industrialis yang masih mempunyai problem modal sehingga sebagian rakyat Indonesia masih belum bisa menerima keadaan sekolah elitis seperti yang diatas.

Pertanyaannya adalah akankah bangsa ini akan menjadi bangsa yang merdeka disaat karakter sosial dan lembaga pendidikan bangsa ini telah terbius oleh hegemoni bangsa lain bahkan menghamba kepada mereka. Maka dengan momen kemerdekaan 63 bangsa ini harus bangkit,mandiri dan merdeka dengan membangun dan mengelola pendidikan yang mampunyai keperpihakan terhadap bangsa ini bukan berpihak kepada mereka bangsa luar.

1 komentar:

  1. Solusinya bos, itu yang penting, bukan hanya berwacana semata...Salut buatmu teman....

    BalasHapus